Dinamika kehidupan politik Nahdlatul Ulama (NU) yang sebelumnya lebih banyak diwarnai oleh komunitas pesantren dan kiai, kini menghadapi kenyataan berbeda. Meskipun tema politik di kalangan nahdliyin ini masih akan didominasi oleh tafsir-tafsir politik tradisional dari para sesepuh organisasi, tapi arus progresif yang diperankan oleh kalangan “muda” juga akan ikut memberikan corak kehidupan politik yang signifikan. Karena itu, untuk mengamankan perjalanan politik ke depan, kompromi produktif antara kekuatan-kekuatan sosial di kalangan nahdliyin, kini bukan lagi sesuatu yang mudah dihindari. Kecenderungan politik NU ke depan ini, setidaknya, dapat dibaca dalam kiprah PKB dan PPNUI.
.
Secara tidak langsung, hal ini akan menimbulkan pergeseran sosiologis kaum nahdliyin. Feith (1962) mencatat bahwa bila sebelumnya NU merupakan “penggalan massa” dengan para pemimpinnya berperan sebagai “solidarity makers” ketimbang “administrators”, maka ke depan akan menjadi sebaliknya. NU yang sebelumnya cenderung diurus oleh kalangan tradisional yang lebih mendasarkan pada pola-pola hubungan emosional, ke depan ia akan menjadi organisasi modern yang dikelola oleh kalangan profesional yang lebih mendasarkan pada pola-pola hubungan rasional.
Belum ada ulasan.