Dengan tradisi kepeloporan pemuda-pelajar (mahasiswa) sebagai lokomotif gerakan sosial di awal perjuangan kebangsaan dan kemerdekaan Indonesia, mahasiswa menjadi agen perubahan penting yang dipandang istimewa oleh masyarakatnya sebagai intelektual ex officio. Yakni, sebagai lapis kecil masyarakat Indonesia yang memperoleh privilese sebagai elit terdidik (inteligensia) dengan mengemban tanggung jawab intelektual sebagai artikulator aspirasi publik, dengan predikat ”penyambung lidah rakyat”.
Panggilan tanggung jawab kesejarahan sebagai intelektual terhormat itulah yang dikenal dengan istilah noblesse oblige. Dalam kaitan ini, Mohammad Hatta (1957) mengingatkan, ”Inteligensia Indonesia memiliki tanggung jawab intelektual untuk membela ide-ide dan nilai-nilai moral bangsanya...Mereka yang melepas tanggung jawab ini demi nafsu politik berarti telah mengkhianati fungsi dan bangsa mereka.”
Belum ada ulasan.